Ada kejadian ‘dibalik sejarah’ yang telah umum dikenal dalam tarikh Nabi Muhammad SAW. selama ini, yang dapat dikemukakan, yaitu semasa Beliau Hijrah 1426 tahun yang lalu, ketika Beliau bersama Sayyidina Abu Bakr as Shiddiq sedang Menyelamatkan diri dari kejaran orang kafir Quraisy, Sayyidina Abu Bakr sebagai ‘orang gurun’ sangat mengerti betul, bahwa tidak akan pernah ada suatu lobang bebatuan di pegunungan melainkan pasti ada ular berbisa tersembunyi di dalamnya. Demikianlah, tetkala Sayyidina Abu Bakr menyadari bahwa Rasulullah SAW. berkehendak untuk ‘sembuny’i ke dalam gua Tsur, maka Ia segera mendahului Beliau memasukinya, hendak berkhidmat menyediakan pahanya untuk jadi bantalan Rasulullah SAW. didalam gua Tsur - yang sesungguhnya terlampau kecil itu untuk dengan sempurna dapat menyimpan tubuh kedua Beliau-beliau -. Begitulah Rasulullah SAW. Merunduk Memasuki gua, dan mulai Meletakkan Kepalanya Yang Mulia di paha Abu Bakar, Sejatinya Abu Bakr sedang menutupi lobang yang dijumpai, dengan tapak kaki kanannya agar tidak akan ada seekor ularpun yang akan membahayakan Sang Kekasih Allah itu - ketika beliau nanti Memasukinya. Benarlah pertimbangan itu, begitu kaki kanan Abu Bakr menapak, segera terasa ada yang memagutnya, dan bisa pun mulai merembes kesekujur tubuhnya, namun ia tidak perduli, dan menahan pedih dengan sekuat daya, sekalipun keringat telah bercampur darah – Abu Bakr berkorban untuk memberi rasa tentram dan aman kepada Rosululloh SAW Kekasih Alloh Ta’ala - layaknya seekor induk ayam membela anaknya dari cengkraman elang.
Abu
Bakr sangat hormat, sangat mencintai, dan tulus, serta rendah hati terhadap
Rasulullah SAW. selain sedemikian mematuhinya, sekalipun berusia lebih tua. (Dalam
kenyataan umum, dan pada dasarnya, Kejiwaan seperti ini memang dapat menumbuhkan
adanya kekuatan yang amat tangguh pada pemiliknya untuk mampu menjalani
kehidupan ini dengan tabah, dengan karakter yang manis, dengan akhlak yang
cemerlang, dan pengabdian yang ‘menjanjikan’ maslahat, dan konstruktif buat
orang banyak, yang akan mengantar yang bersangkutan kearah dapat meraih ridha
Allah, keberuntungan akhirat, disamping kemuliaan di dunia ini sendiri).
Keringat
Abu Bakrpun sudah mulai berbulir, dan mengalir sehingga ketika sedikit menetesi
pipi Rasulullah SAW. Beliau Menjadi Terkejut Menyadari bahwa sesungguhnya
sedang terjadi sesuatu. “Jangan menangis dan jangan takut, ya Abu Bakr, Allah
beserta kita”, desis Rasulullah SAW. kepada Abu Bakr Shiddiq, karena diluar
memang terdengar jelas suara pijakan tapak kaki para pelacak Quraisy. “Tidak”
jawab Abu Bakr, dengan berdesis pula “ular sedang menggigit kakiku”, “masya
Allah”, ujar Rasulullah SAW - dan karena bahaya di luar barusan berlalu pula,
sepeninggal pasukan pelacak yang menganggap bahwa di Tsur sudah tidak ada lagi
Nabi Muhammad SAW., padahal sesungguhnya, peristiwa ular menggigit tapak kaki
Abu Bakr ini, dan sergapan orang-orang kafir dimulut goa Tsur, yang menegangkan
itu, keduanya berlangsung adalah dalam waktu yang bersamaan, hanya ditabiri
oleh selaput ‘cinta’ namun sangat luar biasa dari para burung dara, laba-laba, dan
Sang Sahabat Abu Bakr Shiddiq itu sendiri, yang dengan begitu sempurna tertuju
pada Sang Kekasih Allah Ta’ala, dan yang karena itu Alloh Berkenan Mengulurkan
IradatNya.
Nabi
Muhammadpun lalu tegak, Menarik kaki Abu Bakr, dan memang Beliau Menampak
seekor ular dengan sinar mata yang sayu, berkaca-kaca menatap wajah beliau
dengan penuh kecintaan, dan rindu. “Tahukah kamu”, tanya Rasulullah SAW. kepada
ular, “jangankan daging ataupun kulit Abu Bakr, bulu-bulunya pun haram untuk
kamu patuk”. “Tahu!”, jawab ular, “bahkan karena aku tahu juga, setelah Allah
menitahkan : Barang siapa memandang wajah
kekasih-Ku Muhammad dengan penuh
kecintaan, maka akan Ku tempatkan dia disurga, akupun bermohon kepada Allah
Ta’ala agar diberi keberuntungan dengan sempat mengalami hal seperti itu. Allah
Ta’ala Berkenan, dan Menitahkan aku untuk menunggumu disini. Sudah ribuan tahun
aku menunggu disini, dan amat merindukanmu wahai Kekasih Allah, begitu tiba
saatnya aku menjumpaimu, kaki Abu Bakr menghalangiku, maka kupatuklah agar
menyisih jangan menutupi mata kerinduanku padamu ya Rosulallah”. Ularpun
menangis dan Rasulullah terharu seraya makin mengedepankan Wajah Hadirat
Beliau, dan mengatakan. “Nih lihatlah, sekali lagi nih lihatlah, wahai kerinduan”.
Syahdan pupuslah usia ular itu sesudah ia puas manatap hadirat wajah Rasulullah
SAW. Sesaat sesudah itu, Beliau Meminta satu jin yang kebetulan berada disitu
untuk menyelenggarakan jenazah ular yang pasti akan menghuni sorga itu, Sejurus
kemudian, maka Rasulullah SAW Menengadahkan Tangan Beliau Yang Mulia ke atas, Memohon
“Yaa Rabb, segala apa yang Engkau Limpahkan padaku mohon Limpahkanlah kedada
Abu Bakr ini”, seraya memegang dada Sang Sahabat tercinta.
Serta
merta beberapa saat sesudah itu, Beliau berdua diterpa oleh jejalan hadirnya para-arwah
dari seluruh pecinta Rasulullah SAW. yang ikut memadati gua Tsur, baik dari
yang belum terlahir sebagai jelma-manusia, yang telah terbungkus raga, maupun
yang telah dahulu kala, dan kemudian bersama-sama melingkar, dan melantunkan ‘kalimah
thayyibah’ serta meresapi cinta, dan rindu kepada Rasulullah didalam suatu
dzikr, yang shighat (formulanya) kemudian disebut sebagai Khatm Khawajagan ini (circle
dari orang-orang yang bersungguh melingkari, dan mencintai-mematuhi-berhidmat
kepada Rasululloh SAW Yang ditugasi Allah Ta’ala untuk Merahmati kehidupan ini)
dengan konduksi oleh Mawlana Syaikh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani, yang ketika itu
belum lagi terlahirkan kedunia fana ini. Peristiwa ini, tentu saja semakin
menghunjamkan kecintaan Sayyidina Abu Bakr Ash-Shiddiq kepada Rosululloh SAW dengan
semakin mantap, dan makin dalam. Semoga riak-gelombang keberuntungan seperti
ini akan melimpah kepada kita semua, yang dengan taufiq-inayah Allah, Berkah
Rasululloh, dan madad (bantuan-karamah-irsyad)
para Auliyaa, dan Masyayikh kita mengamalkan dzikr ini. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar